Ibnu
Sina
980
- 1037 M
Berasal
dari: Afsyanah, Uzbekistan
Kontribusi
Beliaulah
yang mencacat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia secara lengkap untuk
pertama kalinya di dunia. Namanya menjadi sangat monumental setelah menulis
buku Qanun fi al-Thibb (Canon of Medicine).
Qanun
fi al-Thibb menjadi buku pegangan mahasiswa kedokteran di Eropa dan disebut
sebagai ensiklopedia kedokteran dan sudah diterjemahkan dalam bahasa Ibrani,
Latin, Perancis, Spanyol, Italia dan lain-lain. Ensiklopedi ini menjadi standar
untuk medis di Eropa dan dunia Islam.
Cerita
Singkat
Abu
Ali al Husain ibnu Abdallah ibn Sina adalah nama lengkap beliau. Ayahnya adalah
seorang pegawai tinggi pada masa dinasti Samaniah. Kedokteran sudah dipelajari
beliau sejak usia 16 tahun.
Dikalangan
orang barat, Ibnu Sina akrab dengan panggilan Avecina. Beliau merupakan filsuf,
ilmuwan dan juga dokter pada abad ke 10 M. Selain itu, Ibnu Sina juga dikenal
sebagai seorang penulis yang produktif. Sebagian besar karyanya adalah tentang
filsafat dan kedokteran. Bagi banyak orang, Ibnu Sina adalah seorang Bapak
Pengobatan Modern.
Biografi
Ibnu Sina
Syeikhur
Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal
dengan sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah
desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang
berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan
ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi
membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar
Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba
ilmu.
Dengan
demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas
keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan meski masih
berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi
terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366
hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan
mengobatinya.
Berkat
itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar.
Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan demikian;
“Semua
buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang
kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum
pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan
giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya... Ketika
usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.”
Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan
berbagai cabangnya.
Kesibukannya
di pentas politik di istana Mansur, raja dinasti Samani, juga kedudukannya
sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir Syamsud Daulah Deilami dan konflik
politik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan antara kelompok bangsawan,
tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu Sina. Bahkan safari panjangnya ke
berbagai penjuru dan penahanannya selama beberapa bulan di penjara Tajul Muk,
penguasa Hamedan, tak menghalangi beliau untuk melahirkan ratusan jilid karya
ilmiah dan risalah.
Ketika
berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah memperoleh buku yang
diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab Qanun dalam ilmu
kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang dibeni nama kitab
Al-Syifa’. Namun ketika harus bepergian beliau menulis buku-buku kecil yang
disebut dengan risalah. Saat berada di dalam penjara, Ibnu Sina menyibukkan
diri dengan menggubah bait-bait syair, atau menulis perenungan agamanya dengan
metode yang indah.
Di
antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam
filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa’
ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu
alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling
otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat
dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.
Dalam
ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi
kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum
ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan
kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya
Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah
kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini
pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas
Eropa.
Ibnu
juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau
menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu
perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya
akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.
Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis
yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab
karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan
ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta
karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi
lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan
untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan
melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi
keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan
meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di
kulit luar bumi.”
Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga
dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses
pengobatan- dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang
baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu
Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang
filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles,
Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles
sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna
setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis
oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.
Dalam
filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting.
Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat
paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran
Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari
faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada
pemikiran iluminasi.
Berkat telaah dan studi filsafat yang
dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina
berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi.
Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan
filsafat yang tak terjawab sebelumnya.
Pengaruh
pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang
kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa.
Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara
tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan
lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama
pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan
pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar
Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah
ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya
oleh para pemikir Barat.
Ibnu
Sina wafat pada tahun 428 hijriyah pada usia 58 tahun. Beliau pergi setelah
menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan namanya akan
selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu Sina adalah contoh dari peradaban besar
Iran di zamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar